I cheated on the text editor with the graph database

I always loved to write. Just to give you an idea, my grandparents had a little school where they taught typewriting. I learned touch typewriting when I was very young, and I loved it. In high…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




5 Perbedaan Profesional dengan Amatir

Pola pikir yang membuat para profesional mencapai kesuksesan

Teknologi internet saat ini membuka banyak sekali peluang untuk setiap orang mempelajari sesuatu. Sehingga membuat banyak sekali orang yang menjadi amatir dalam sebuah bidang dalam waktu singkat. Namun sayangnya, internet juga membuat orang merasa ahli atau profesional meski masih dapat dikatakan sebagai amatir.

Menariknya, definisi profesional dan amatir akhirnya menjadi buram karena setiap orang berusaha meyakinkan diri bahwa mereka sudah pantas disebut sebagai seorang profesional.

Saya tentu saja menganggap tema ini sebagai sesuatu yang penting dalam sebuah karir. Meski memang saya tidak begitu peduli dengan jalur karir apa yang saya tempuh, namun profesional dengan amatir saya anggap sebagai hal mendasar yang membangun sebuah karir.

Sebagai seorang yang senang belajar secara otodidak atau self learner saya bisa mempelajari banyak hal dalam waktu yang singkat. Sebut saja fotografi, videografi, editing, menulis, jurnalistik, pemasaran digital, sampai pada bahasa dan olahraga.

Namun dari semua hal tersebut saya merasa saya bukanlah seorang profesional yang benar-benar bisa memaksimalkan kemampuan. Dengan kata lain mungkin saya masih seorang amatir dan tidak pantas untuk menyandang klaim sebagai seorang profesional di bidang tertentu.

Hal ini tentu saja membuat saya frustasi karena menjadi amatir tentu saja tidak akan membawa saya kemana-mana. Saya hanya mengetahui suatu hal di permukaan tanpa bisa berkarya dengan baik terlebih bisa mendapatkan penghidupan yang layak di sana.

Dalam proses pencarian karir yang saya lakukan saya menemukan sebuah quote menarik yang disampaikan oleh Jeff Goin

Quote ini kemudian membuat saya lebih fokus pada bagaimana menjalani proses daripada fokus pada hasil atau kesuksesan apa yang saya ingin raih. Termasuk dalam konteks apa itu profesional dan apa itu amatir. Berangkat dari proses ini saya lebih memilih untuk mendefinisikan keduanya berdasarkan perilaku dan etos.

Sedikit demi sedikit menjadi terlihat dimana perbedaan antara profesional dan amatir, yaitu terletak pada kebiasaan. Nah, setelah membaca beberapa refensi, berikut adalah 5 kebiasaan yang saya percaya menjadi perbedaan antara profesional dan amatir.

Ide yang dimaksud dalam hal ini bukan tentang mendapatkan inspirasi tetapi lebih tentang bagaimana kita dipandang oleh orang lain.

Seorang amatir akan menunggu mendapatkan pengakuan dari orang sementara profesional akan bertindak dan berperilaku.

Seperti jika saya ingin menjadi profesional di bidang tulis menulis atau pembuatan konten, saya harus fokus pada bagaimana seorang penulis berperilaku.

Saya tidak boleh menunggu dipanggil atau diberi gelar penulis baru kemudian saya menulis. Lebih parah, saya tidak sepantasnya mengklaim diri sebagai penulis jika saya tidak menulis dengan serius.

Ada adagium yang menarik, “sebelum menjadi seorang ahli, setiap orang harus menjadi seorang murid.” Pepatah ini menggambarkan bagaimana kerap kali seorang amatir hanya ingin mencapai sebuah tujuan tanpa ingin melalui prosesnya. Proses apa itu?

Proses belajar dan mengikuti langkah-langkah yang pernah ditempuh oleh orang yang sudah lebih dahulu melalui jalan tersebut.

Seorang amatir hanya akan berusaha menunjukkan bahwa mereka jenius, mereka hebat dan mereka bisa. Namun sayangnya sering kali itu hanya menjadi sebuah bualan.

Sementara para profesional “terpaksa” harus merendahkan diri dan belajar dari para pendahulunya atau para mentor-mentor yang menjelaskan jalur-jalur yang harus mereka tembuh untuk menjadi seseorang yang ahli.

Menariknya, para profesional yang sudah ahli sekalipun mereka kerap masih menganggap diri mereka sebagai amatir yang tidak tahu apa-apa. Inilah yang kemudian mendorong mereka untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan lebih baik dan lebih baik.

Poin ini sangat menampar saya secara pribadi. Berlatih adalah salah satu kunci proses yang sangat membedakan antara amatir dengan profesional. Kita sebagai amatir sering kali memutuskan untuk berhenti berlatih ketika kita merasa lelah, merasa bosan dan merasa sakit.

Mood begitu menjadi alasan besar untuk kita bergerak untuk berproses. Padahal kebiasaan ini adalah kebiasaan seorang amatir yang kita tahu tidak akan membawa kebaikan apapun.

Sementara para profesional terus menerus berlatih bahkan saat mereka dalam kondisi terburuk. Para penulis akan terus menulis ketika mereka merasa stuck. Atau para amatir sebut sebagai writer’s block.

Seorang master seni bela diri akan terus melatih gerakan-gerakan mereka meski mereka sudah hafal dan mengerti. Pelukis atau penggambar yang mereka berlatih dengan melakukan eksperimentasi gaya-gaya baru atau aliran baru.

Sederhananya, lagi-lagi mereka terus berproses. Berlatih, berlatih dan berlatih.

Salah satu hukum kehidupan yang menarik yang saya sadari adalah kegagalan mengajarkan lebih banyak pelajaran dari pada keberhasilan. Saya pribadi yang masih amatir begitu takut pada kegagalan. Saya takut pada usaha yang telah saya lakukan tidak memberikan hasil yang sesuai.

Dengan dalih saya sudah mengeluarkan biaya, tenaga dan waktu. Semuanya bisa terbuang sia-sia. Akhirnya saya begitu sangat berhati-hati atau bahkan cenderung lumpuh dan tidak bergerak sama sekali karena takut kegagalan terjadi.

Poin ini juga menyadarkan saya bahwa kebanyakan amatir terjebak pada pola pikir perfeksionis. Seorang perfeksionis akan menunggu sebuah karyanya benar-benar sempurna baru kemudian mereka akan meluncurkannya. Padahal dengan begitu mereka akan menunda-nunda dan tidak akan banyak belajar dari kesalahan yang sering kali pasti akan terjadi.

Sementara para profesional begitu terbuka dengan kegagalan. Bukan berarti mereka berencana untuk gagal tetepi karen dengan kegagalan mereka bisa mendapatkan banyak sekali pelajaran-pelajaran yang bisa mereka gunakan untuk menyempurnakan karya yang mereka buat berikutnya.

Itu sebabnya sebuah karya para profesional tidak ada yang benar-benar selesai.

Ada pola pikir yang begitu berbeda antara para amatir dengan para profesional. Para amatir cenderung hanya ingin dikenali dari karya-karya mereka. Mereka berkarya untuk ketenaran, harta ataupun reputasi jangka pendek.

Padahal kita harus peduli dengan warisan daripada sebuah ego. Inilah yang sangat membedakan para amatir dengan profesional.

Para profesional melakukan kegiatan mereka untuk sebuah warisan jangka panjang yang bahkan mungkin mereka sendiri tidak tahu seperti apa bentuknya. Namun para profesional tetap melakukan apa yang mereka lakukan setiap saat.

Terus berlatih, mengembangkan karya dan meningkatkan kualitas.

Itulah lima hal yang menurut saya begitu berharga untuk menjelaskan apa perbedaan para profesional dengan para amatir.

Dari lima hal tersebut, satu intisari yang saya dapatkan adalah tentang sebuah proses. Dimana proses ini menjadi sebuah inti prinsip yang harus selalu dipegang erat oleh seorang profesional.

Tidak peduli kita akan berkecimpung di bidang apa, bahkan bila bidang tersebut berbeda dengan latar belakang pendidikan ataupun pengalaman yang kita miliki. Namun jika kita memutuskan untuk berkiprah di bidang tersebut, kita harus bisa menjadi profesional.

Terus menulis untukmu yang ingin menjadi penulis profesional.
Terus berbisnis untukmu yang ingin menjadi pebisnis profesional.
Terus menggambar dan melukis untukmu yang ingin menjadi penggambar dan pelukis profesional.
Terus bermain peran untukmu yang ingin menjadi seniman peran profesional.

Selamat berkarya selamat berproses.

Add a comment

Related posts:

Greenhouse gas in the atmosphere reaches a new record

With more than 405ppm in 2017, the global CO2 level has reached an all-time high in millions of years. The World Meteorological Organization is sounding the alarm because this ever-increasing trend…

Why the Atlanta Murders were Racist

Reposting from a Facebook post I made the day after the Atlanta killings. There are many other brilliant Asian and women-of-color activists and scholars making the same points, and have taught me so…

Stone Garden

I walked in circles. I got hypnotized like a chicken to a chalk line and my footsteps made ring after ring in the sand, first like a Zen monk raking the stone garden of Kyoto, then steady as Giotto…