Adding support to mine other cryptocurrencies into the BLOC GUI Miner

Thank you for the great feedback we got from the BLOC community about the new BLOC GUI Miner. We are already working on a advanced version of the miner so we can mine other cryptocurrencies than…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Pesan untuk Calon Penulis Ternama

Begitu juga penulis. Ia tidak betul-betul menuliskan sesuatu yang orisinil. Pasti ada seorang penulis yang mempengaruhi penulis tersebut.

Bukan soal proksimasi hasil terjemahan kita dengan karangan aslinya, melainkan bahwa tiap kalimat yang kita cerna adalah buah pikir si penerjemah, bukan milik pengarangnya — yang justru sama sekali tidak atau belum pernah kita baca.

Hal ini berlaku juga untuk tiap derivatnya. Artinya, terjemahan kita adalah mutlak karya kita. Nama lainnya yang tertera sekadar penghormatan saja. Normatif belaka.

Soal kekayaan data, ragam referensi, atau frekuensi kutipan, itu cuma berarti selama penulisnya “masih bukan siapa-siapa”. Sebagai ilustrasi, coba hitung berapa banyak warganet yang menanyakan sumber pustaka dari tiap-tiap ungkapan Profesor Mahfud atau “Profesor” Gerung. Memang ada, tapi mesti punya nyali untuk dihakimi massa.

Perihal kutipan ini memang tradisi akademik yang tak ada jeleknya. Sayangnya, kebiasaan ini memaksa kita untuk berpikir mundur. Membaca yang sudah lalu. Mengulang yang sudah banyak orang tahu. Menghambat lahirnya gagasan-gagasan baru. Meneguhkan identitas kita sebagai bangsa yang sebagian cinta bau pantat Barat, sisanya menengadah ke Timur Tengah.

Soal “tak ada yang baru di bawah matahari”, saya bilang: mari menilik teori dan fakta evolusi. Kecil sekali kemungkinan spesies untuk mampu bertahan melewati sekian tahapan iklim bumi tanpa menuntaskan berlapis-lapis eksperimen adaptasi.

Keragaman hayati tak semestinya cuma tercatat dalam diktat biologi. Justru kalian ini harus mencuri pola perilaku organisme dalam menghadapi tantangan-tantangan zaman. Hanya dengan ikhtiar demikian maka rimba literasi kita selalu lebat oleh aneka spesies baru, tak melulu dirajai gaya tulisan yang cuma begitu-begitu.

Makanya kalian harus punya media sendiri. Media dengan kebijakan keredaksian kalian sendiri. Merdeka dari hegemoni gaya para pengarang tua yang harusnya sudah pensiun tapi tetap mengutil jatah beasiswa menulis kaum muda.

Belajar dari mereka tentu wajar. Tapi ingat juga bahwa Jokpin saja terus berusaha menyesuaikan diri dengan kemajuan peradaban. Apa kalian mau terus jadi buntut yang dengan senang hati merayakan keterbelakangan?

Jujurlah pada diri sendiri. Kemudian jujurlah pada orang lain. Bagaimana gayamu bicara, gayamu menulis begitu juga. Samakan bahasa di kepala, mulut, dan kibormu.

Jangan berusaha terlihat keren dengan meniru orang yang kerennya tanggung. Kalau mau meniru, sekalian tiru mereka yang nomor satu. Ngomong-ngomong, bukankah justru kalian itu muda-mudi nomor satu? Bukankah kalian yang mestinya ditiru?

Sekian. Aku akan menanti sambil nyeduh kopi.

Add a comment

Related posts:

Lessons From Quitting Drinking in College

Three-quarters of the way through my junior year, my college partying “fun” was at an all-time high and so too was my depression. I also somehow had managed to get strep pretty much every month so…

Six Things You Should Know Before You Enter The Hip Hop Scene

Do you have dreams to make it big in the Hip Hop scene? Well get in line. We spoke with a rising star on the Hip Hop scene, Antonio “KANIN” White, for him to share his advice on how to succeed in…

7 Ways To Be More Productive.

To be a successful entrepreneur, it is important to be productive. This kind of productivity can’t be possible by staying up late at night or drinking too much coffee. In today’s digital era, the…